[Cerpen Komedi] Kisah Siluman Sabun dan Wanita Ber-Alis Lancip


Kisah Siluman Sabun dan Wanita Ber-Alis Lancip

Pada suatu malam, sepasang kekasih mulai berdampingan menuju ke tempat biasa mereka bertemu ketika malam minggu tiba. Tempat itu, sudah seperti tempat wasiat peninggalan bapaknya, yang setiap satu minggu sekali ia kunjungi. Entah itu disebut dating atau ziarah, hanya mereka berdualah yang tau.
            “Kamu bawa motor apa mobil?” tanya seorang wanita pada kekasihnya.
            “Sejak kapan aku punya mobil? ayo cepet naik”, sambil menyalakan motor bututnya, lelaki itu berkata demikian.
            Menuju perjalanan ke tempat “ziarah” itu, mereka berdua saling memperdebatkan hal-hal yang sebenarnya tak penting untuk diperdebatkan. Sang lelaki meminta agar wanitanya tak perlu menggambar alisnya sampai sebegitu tebal dan lancip, sedangkan wanita meminta lelakinya mandi dengan benar, agar tak menyisakan busa sabun di lehernya.
            “Kamu jorok, mandi gabersih! Liat tuh sabun masih dileher” jerit wanita ber-alis lancip ini.
            “Ah kamu bisa aja nih, itu bukan sabun”
            “Terus apa dong, kayak busa gini bukan sabun? Kamu ngeles aja sih”
            “Itu kulit kering, justru malah aku gapernah make sabun kalo mandi” jawab pria yang bisa dikatakan seperti siluman sabun ini.
            Suasana seketika menjadi hening saat perjalanan, tanpa ada pembicaraan dan canggung satu sama lain. Siluman sabun pun diam tanpa kata, karena malu telah mengakui dirinya jarang menggunakan sabun saat mandi, sedangkan wanita ber-alis lancip ini diam menahan bau-bau jahanam yang semerbak merasuk hingga ke kerongkongan.
Suasana canggung pecah ketika si alis lancip bertanya kepada siluman sabun.
            “Bentar-bentar deh, kalo kamu jarang make sabun kalo mandi, terus sabun di kost kamu buat apa dong?” *tanya dengan penuh kecurigaan
            Keringat mulai mengalir dari kepala sampai dada si siluman sabun itu, karena ia bingung harus menjawab apa. Sempat berfikir se per sekian detik, akhirnya dia menjawab.
            “Jadi gini, sabun itu buat temen-temen aku kalo lagi main ke kost hehe..”
            “Jadi temen kamu juga doyan....”
belum selesai bicara, dipotong oleh siluman sabun.
            “Mending bahas yang lain aja deh”
            “Enggak, dengerin dulu! Jadi temen kamu doyan...” dipotong lagi oleh siluman sabun dengan hati penuh rasa khawatir karena kebiasaan memalukannya akan terbongkar oleh kekasihnya sendiri.
            “Sayaaang, udah ya jangan dibahas. Bentar lagi sampai nih, itu depan udah keliatan”
            “Enggak mau, dengerin dulu aku bicara, jangan dipotong. Jadi temen kamu juga doyan mainan sabun gitu? Hah! Ngaku, kamu juga kan?” tanyanya sinis, dengan  sedikit teriak kepada si siluman sabun.
            “Waduh.. selesai sudah hal yang paling memalukan dalam hidupku harus terbeberkan didepan kekasihku langsung” *siluman sabun bicara dalam hati
            “Giniloh sayang sebelumnya maafin aku, bukannya aku zinah atau apa, tapi itu kebutuhan biologis laki-laki jadi aku dari pada zinah sama cewe mending aku....”
Penjelasan itu segera dipotong oleh si alis lancip.
            “Loh!! Maksut kamu gimana sih kok biologis-biologis? Aku itu tanya, maksutnya, kamu suka mainan sabun-sabun yang jadi gelembung kayak anak-anak kecil gitu? Kamu kan udah gede kok masih main gelembung-gelembung sabun kayak anak kecil ajasih. Kamu harus beruba jadi dewasa dong. Oh iya maksut kamu tadi apa kok zinah-zinah, biologis-biologis?”
Seperti kena serangan combo attack! Siluman sabun pun mencari alasan yang rasional agar semuanya berjalan dengan normal.
            “Giniloh sayang, yang aku maksut zinah dan biologis-biologis tadi itu...”
Belum selesai bicara kepala sebalah kanan sudah menerima tampolan dari si alis lancip.
            “Goblook, kelewatan cafenya!”
Berujung dengan rasa malu, deg-degan dan harga diri sebagai lelaki seperti hancur ketika tangan wanita melancong ke kepala seorang pria. Siluman sabun pun putar balik dan ketika sampai di tempat parkir cafenya, siluman sabun berbicara sedikit tegas seperti pria-pria keren pada umumnya.
            “Kamu bisa nggak sih nggausah pukul kepala...”
Lagi-lagi sebelum selesai bicara, tangan si alis lancip melancong, kali ini ke kepala bagian atas.
            “Bacot ni anak, udah cepet lepas helm langsung masuk!”
Bayangkan, ketika sudah siap marahin kekasihnya yang kurang ajar; siluman sabun bersikap tegas dan berwibawa, malah dibalas kurang ajar lagi. Semakin tak terima dengan perlakuan itu, siluman sabun mulai benar-benar murkah dan menunjukkan kelaki-lakiannya dengan melepas helm dan jaketnya secara keren.
Setelah sudah terlepas semuanya, mulailah siluman sabun memanggil kekasihnya dengan nada penuh kewibawaan dengan dagu naik keatas sambil bicara.
            “Sayang, kamu bisa nggak lebih sopan dengan lelaki? Aku ini lelaki, lebih lagi kekasihmu?”
            “Gimana ya ngejelasinnya, kamu tuh udah goblok, banget lagi. Pake bajumu!! Ngapain dilepas!”
Teriak si alis lancip, dalam hati siluman sabun berkata.
            “Tailah, kelebihan kerennya ini, gaada keren-kerennya. Kelepas sampe baju-baju segala, kebablasan”
Setelah dipakai bajunya, sudah tak ada lagi niatan untuk saling bicara. Mereka diam dan canggung. Sama-sama marah, tapi sama-sama cinta. Meskipun si siluman sabun jorok karena mandi gapernah pake sabun, wanita ber-alis lancip ini tetap mencintai dengan kekurangannya itu. Begitu pula sebaliknya.
Duduk dan makan seperti ketika sepasang kekasih sedang bermasalah, itulah yang mereka lakukan. Seperti itu terjadi sampai mereka pulang, tidur dan bangun keesokannya juga masih sama-sama tak memberi kabar. Karena gengsi meminta maaf.
Dari cerita ini kita bisa mengambil sisi positif untuk laki-laki. Stop nyabun! (bermain gelembung seperti anak kecil) dan jangan lupa mandi pakai sabun. Sedangkan untuk perempuan, sudah, jangan iku campur masalah sabun menyabun lelaki, itu berat, kamu gak akan paham! dan terakhir, dari lubuk hati yang paling dalam, bisa ga kalo bikin alis gausah tebel-tebel? Lancip lagi. Parah, mamak aku aja gak kek gitu loh.

No comments:

Post a Comment