(1) Senja Pilu
Melepas
kelelahan disenja hari adalah rutinitasku, karena menurutku tak ada lagi yang
bisa membuatku setenang diwaktu senja. Tak ada waktu seindah senja untuk
meluapkan emosi yang telah kujalani untuk hari-hariku. Aku usap layar ponselku,
kuingin melihat foto-foto masa laluku bersama teman-teman yang selalu ada kala
itu, masa putih abu-abu. Banyak kenangan manis yang dapat kutayangkan dalam
memoriku saat aku melihat foto-foto di ponselku, menyenangkan memang meski
hanya melihat dan mengenang beberapa foto masa lalu itu.
Tapi, ada satu
foto yang dapat melukiskan kisah lebih luas lagi, yaitu sepasang pelajar yang
sedang berdampingan dan mengepalkan tangan dengan dua jari mengangkat, aku dan
wanita idamanku. Satu foto seakan menceritakan suatu kisah yang sangat dalam.
Ya, dia adalah wanita yang menjadi idaman selama bertahun-tahun. Hanya dari
foto itu aku bisa menjabarkan cerita dibaliknya, mengingat kisah pilu
didalamnya, mengingat sedikit kebahagiaanku ketika bersamanya.
Memang senja
kali ini berbeda. Senja sore ini memaksaku mengingat pada kisah lama yang
sangatlah pilu, ketika banyak orang berhasil mendapatkan pasangannya hanya
beberapa saat, namun mengapa berbeda denganku yang harus membutuhkan beberapa
tahun. Dan hasil dari tahunan aku menunggu adalah nihil, tak ada hasil yang
bisa didapat dari sebuah penantian. Jika tuhan berkehendak lain terhadap
jodohku, mengapa tuhan membiarkanku mencintainya sampai saat ini, mengapa tak
ia hentikan rasa ini dari diriku agar aku berhenti mencintai orang yang salah, senja
yang pilu di hari ini. Tapi aku tetap percaya rencana tuhan sangatlah indah.
Senja kali ini
seperti mengantarkan rindu yang benar-benar rindu. Hanya bisa mengingat namun
tak bisa bersama, hanya bisa memandang sebuah foto namun tak bisa bertemu. Aku
sudah menjalani hari yang melelahkan, tapi senja kali ini malah mengingatkanku
pada hal yang berat, sangat berat. Senja yang tak bersahabat.
Aku memandang
pohon beringin tinggi yang bergoyang diterpa angin, didukung suasana yang
mendung. Aku mengingat sesuatu tentang semua yang penah kulakukan hanya karena
aku memiliki rasa yang berbeda padanya. Tak pernah aku menyentuhnya dalam
konteks apapun, entah itu bercanda atau lainnya, terkecuali aku berjabat tangan.
Tak pernah ku berani memandang matanya begitu lama yang bahkan sebenarnya aku takut
untuk memandang matanya. Entah karena benar-benar aku takut atau aku
menghormatinya sebagai wanita aku tak mengerti, yang pasti perasaan ini kacau
ketika bertemu dengannya.
Seiring
berjalannya waktu aku semakin memiliki rasa yang luar biasa, terlebih ketika
aku berada didekatnya. Aku merasa bahagia ketika berada didekatnya meskipun
dirinya tak mengerti rasaku ini terhadapnya. Banyak yang berkata bahwa cinta
dalam diam sangatlah berat, susah dijalani.
Senja yang pilu
di hari ini. Benar-benar pilu karena mendatangkan rindu. Memaksa kembali
merasakan sedih sendu yang pernah kuhadapi pada masa itu. Aku ingin segera
menyudahi kebersama’an bersama senja hari ini, benar-benar ingin menyudahi.
(2) Kopi Penawar Lelahku
Malam yang
dinginpun menyambut dengan hangat rasa rinduku, Seakan malam tahu bahwa aku
dilukai senja. Sepertinya, malam ingin aku melupakan rasa rindu dengan mendatangkan
angin yang perlahan menenangkan jiwa-jiwa yang sedang merindu. Malam ini
sungguh malam yang menyenangkan dan penuh kehangatan.
Aku membawa kopi
hangatku menemani lamunanku dimalam hari bersama bulan yang menyapa sinis
seakan tak ingin harinya dipenuhi orang-orang yang bersedih. Tapi, maafkan aku,
tak ada yang bisa menghentikan rindu ini meskipun kau membawa malam
menghiburku, angin yang menenangkanku. Maafkan aku teruntuk malam yang sudah
membawa angin pelepas rindu, namun ternyata hiburanmu tak menguatkan hatiku
untuk melupakan rasa itu, Maaf.
Namun aroma kopiku
ini mengingatkanku, seperti berkata “tidurlah, rindumu tak akan bisa
meringankan rasa lelahmu” . Aku sedikit merenung dan memikirkan sesuatunya
lebih dalam lagi, aku bisa saja meluapkan emosi rinduku dimalam penuh untuk
hari ini, bahkan jika malam bisa lebih pajang dari malam seperti pada umumnya pun
aku kuat. Tapi kopiku berkata “kamu tak akan kuat, biar tidur yang mengobati
mimpimu, aku ada sebagai penawar lelahmu, bukan untuk pendampingmu untuk
merindu, tidurlah sahabat”. Tanpa melakukan aktivitas apapun, aku tetap berada
pada lamunanku dan memikirkan lelahku. Seharian aku bekerja hingga lelah, namun
senja datang membawa rindu yang berujung pilu. Aku butuh istirahat hari ini,
mungkin tidur akan mengobati rinduku.
Mencoba menghabiskan
kopiku lebih cepat, agar kusegerakan pergi untuk bermimpi malam ini. Beranjak kekamar
mandi mencuci wajah untuk menyiapkan tidur nyenyakku, yang semoga dapat
melupakan rindu. Terima kasih kopiku, kamu penyelamatku dikala merindu.
(3) Selamat Pagi Kata-Kata
Suara riuh
rendah dari alarm ponselku tak berhenti sejak pagi tadi, aku terbangun telalu siang
hari ini. Entah terlalu lelah bekerja atau terlalu dalam memikirkan tentang
rindu. Yang pasti aku harus segera mempersiapkan semua untuk bekerja hari ini, aku
sudah siap melupakan perasaan rindu yang datang hanya mengingatkan masalalu
yang sedikit menyiksa itu. Pagi ini aku seperti memiliki kata-kata yang
memotivasi diriku sendiri ketika ingin melakukan aktivitas pagiku.
Jika hati bisa
berbicara mungkin hatiku akan berkata.
“Kamu adalah
manusia yang tegar, kuat namun bodoh dalam hal perasaan”
lalu jika
memang hati bisa bicara, mungkin aku akan menjawabnya.
“Aku bukan
bodoh, hanya saja terlalu yakin tentang suatu perasaan”
Motivasi-motavasi
untuk diri sendiri mulai berdatangan, sejenak terselubung dalam pikiranku.
“Mengapa
sebuah perasaan yakin akan suatu rasa bisa sedalam ini, jika memang rasa yakin
ini benar-benar sudah melekat pada jiwaku, aku pasrahkan semua pada tuhan.
Tuhan akan tahu seperti apa yang terbaik”
Motivasi pagi
yang cukup menenangkan hati, untuk menjalani pagi seperti biasanya. Akupun
segera berangkat kerja untuk melupakan semuanya, karena aku yakin dengan bekerja
dapat melupakan emosi sementara dalam pikiran yang sedang kacau.
Dengan
banyaknya ocehan, riuh suara kendaraan bermotor dan macet yang ku temui di
jalan, aku mulai sedikit melupakan dan memulai menyambut pagiku seperti
biasanya. Mengendarai motorku dengan penuh rasa takut potong gaji karena
terlambat dan dengan emosi mengenai macet yang selalu menjadi halangan
berangkat kerja. Seperti jalanan tak perduli dengan kepentingan individu,
menyebalkan.
Sesampainya
aku di tempat kerja, memandangi tempat dimana biasa aku mengerjakan
tugas-tugasku sebagai karyawan, semakin mendorongku untuk melupakan semua rindu
yang datang sementara itu, belum lagi di isi dengan bercanda antar sesama
karyawa diruang kerjaku. Kadang waktu dan suasana tertentulah yang membawa kita
pada rindu. Dan cara untuk melupakannya adalah dengan mengikuti alur waktu dan
menjalaninya seperti biasa.
Baca Juga : Penelisik Malam [Kehidupan Nocturnal]
Baca Juga : Hati-Hati Melukai Hati
No comments:
Post a Comment