Cerita Pendek Mengenang Dan Merindukan Seorang Wanita [Mengenang dan Merindu] - Salman Faridzi


(1)    Senja Pilu


Melepas kelelahan disenja hari adalah rutinitasku, karena menurutku tak ada lagi yang bisa membuatku setenang diwaktu senja. Tak ada waktu seindah senja untuk meluapkan emosi yang telah kujalani untuk hari-hariku. Aku usap layar ponselku, kuingin melihat foto-foto masa laluku bersama teman-teman yang selalu ada kala itu, masa putih abu-abu. Banyak kenangan manis yang dapat kutayangkan dalam memoriku saat aku melihat foto-foto di ponselku, menyenangkan memang meski hanya melihat dan mengenang beberapa foto masa lalu itu.
Tapi, ada satu foto yang dapat melukiskan kisah lebih luas lagi, yaitu sepasang pelajar yang sedang berdampingan dan mengepalkan tangan dengan dua jari mengangkat, aku dan wanita idamanku. Satu foto seakan menceritakan suatu kisah yang sangat dalam. Ya, dia adalah wanita yang menjadi idaman selama bertahun-tahun. Hanya dari foto itu aku bisa menjabarkan cerita dibaliknya, mengingat kisah pilu didalamnya, mengingat sedikit kebahagiaanku ketika bersamanya.
Memang senja kali ini berbeda. Senja sore ini memaksaku mengingat pada kisah lama yang sangatlah pilu, ketika banyak orang berhasil mendapatkan pasangannya hanya beberapa saat, namun mengapa berbeda denganku yang harus membutuhkan beberapa tahun. Dan hasil dari tahunan aku menunggu adalah nihil, tak ada hasil yang bisa didapat dari sebuah penantian. Jika tuhan berkehendak lain terhadap jodohku, mengapa tuhan membiarkanku mencintainya sampai saat ini, mengapa tak ia hentikan rasa ini dari diriku agar aku berhenti mencintai orang yang salah, senja yang pilu di hari ini. Tapi aku tetap percaya rencana tuhan sangatlah indah.
Senja kali ini seperti mengantarkan rindu yang benar-benar rindu. Hanya bisa mengingat namun tak bisa bersama, hanya bisa memandang sebuah foto namun tak bisa bertemu. Aku sudah menjalani hari yang melelahkan, tapi senja kali ini malah mengingatkanku pada hal yang berat, sangat berat. Senja yang tak bersahabat.
Aku memandang pohon beringin tinggi yang bergoyang diterpa angin, didukung suasana yang mendung. Aku mengingat sesuatu tentang semua yang penah kulakukan hanya karena aku memiliki rasa yang berbeda padanya. Tak pernah aku menyentuhnya dalam konteks apapun, entah itu bercanda atau lainnya, terkecuali aku berjabat tangan. Tak pernah ku berani memandang matanya begitu lama yang bahkan sebenarnya aku takut untuk memandang matanya. Entah karena benar-benar aku takut atau aku menghormatinya sebagai wanita aku tak mengerti, yang pasti perasaan ini kacau ketika bertemu dengannya.
Seiring berjalannya waktu aku semakin memiliki rasa yang luar biasa, terlebih ketika aku berada didekatnya. Aku merasa bahagia ketika berada didekatnya meskipun dirinya tak mengerti rasaku ini terhadapnya. Banyak yang berkata bahwa cinta dalam diam sangatlah berat, susah dijalani.
Senja yang pilu di hari ini. Benar-benar pilu karena mendatangkan rindu. Memaksa kembali merasakan sedih sendu yang pernah kuhadapi pada masa itu. Aku ingin segera menyudahi kebersama’an bersama senja hari ini, benar-benar ingin menyudahi.

(2)    Kopi Penawar Lelahku

Malam yang dinginpun menyambut dengan hangat rasa rinduku, Seakan malam tahu bahwa aku dilukai senja. Sepertinya, malam ingin aku melupakan rasa rindu dengan mendatangkan angin yang perlahan menenangkan jiwa-jiwa yang sedang merindu. Malam ini sungguh malam yang menyenangkan dan penuh kehangatan.
Aku membawa kopi hangatku menemani lamunanku dimalam hari bersama bulan yang menyapa sinis seakan tak ingin harinya dipenuhi orang-orang yang bersedih. Tapi, maafkan aku, tak ada yang bisa menghentikan rindu ini meskipun kau membawa malam menghiburku, angin yang menenangkanku. Maafkan aku teruntuk malam yang sudah membawa angin pelepas rindu, namun ternyata hiburanmu tak menguatkan hatiku untuk melupakan rasa itu, Maaf.
Namun aroma kopiku ini mengingatkanku, seperti berkata “tidurlah, rindumu tak akan bisa meringankan rasa lelahmu” . Aku sedikit merenung dan memikirkan sesuatunya lebih dalam lagi, aku bisa saja meluapkan emosi rinduku dimalam penuh untuk hari ini, bahkan jika malam bisa lebih pajang dari malam seperti pada umumnya pun aku kuat. Tapi kopiku berkata “kamu tak akan kuat, biar tidur yang mengobati mimpimu, aku ada sebagai penawar lelahmu, bukan untuk pendampingmu untuk merindu, tidurlah sahabat”. Tanpa melakukan aktivitas apapun, aku tetap berada pada lamunanku dan memikirkan lelahku. Seharian aku bekerja hingga lelah, namun senja datang membawa rindu yang berujung pilu. Aku butuh istirahat hari ini, mungkin tidur akan mengobati rinduku.
Mencoba menghabiskan kopiku lebih cepat, agar kusegerakan pergi untuk bermimpi malam ini. Beranjak kekamar mandi mencuci wajah untuk menyiapkan tidur nyenyakku, yang semoga dapat melupakan rindu. Terima kasih kopiku, kamu penyelamatku dikala merindu.

(3)    Selamat Pagi Kata-Kata

Suara riuh rendah dari alarm ponselku tak berhenti sejak pagi tadi, aku terbangun telalu siang hari ini. Entah terlalu lelah bekerja atau terlalu dalam memikirkan tentang rindu. Yang pasti aku harus segera mempersiapkan semua untuk bekerja hari ini, aku sudah siap melupakan perasaan rindu yang datang hanya mengingatkan masalalu yang sedikit menyiksa itu. Pagi ini aku seperti memiliki kata-kata yang memotivasi diriku sendiri ketika ingin melakukan aktivitas pagiku.
Jika hati bisa berbicara mungkin hatiku akan berkata.
“Kamu adalah manusia yang tegar, kuat namun bodoh dalam hal perasaan”
lalu jika memang hati bisa bicara, mungkin aku akan menjawabnya.
“Aku bukan bodoh, hanya saja terlalu yakin tentang suatu perasaan”
Motivasi-motavasi untuk diri sendiri mulai berdatangan, sejenak terselubung dalam pikiranku.
“Mengapa sebuah perasaan yakin akan suatu rasa bisa sedalam ini, jika memang rasa yakin ini benar-benar sudah melekat pada jiwaku, aku pasrahkan semua pada tuhan. Tuhan akan tahu seperti apa yang terbaik”
Motivasi pagi yang cukup menenangkan hati, untuk menjalani pagi seperti biasanya. Akupun segera berangkat kerja untuk melupakan semuanya, karena aku yakin dengan bekerja dapat melupakan emosi sementara dalam pikiran yang sedang kacau.
Dengan banyaknya ocehan, riuh suara kendaraan bermotor dan macet yang ku temui di jalan, aku mulai sedikit melupakan dan memulai menyambut pagiku seperti biasanya. Mengendarai motorku dengan penuh rasa takut potong gaji karena terlambat dan dengan emosi mengenai macet yang selalu menjadi halangan berangkat kerja. Seperti jalanan tak perduli dengan kepentingan individu, menyebalkan.
Sesampainya aku di tempat kerja, memandangi tempat dimana biasa aku mengerjakan tugas-tugasku sebagai karyawan, semakin mendorongku untuk melupakan semua rindu yang datang sementara itu, belum lagi di isi dengan bercanda antar sesama karyawa diruang kerjaku. Kadang waktu dan suasana tertentulah yang membawa kita pada rindu. Dan cara untuk melupakannya adalah dengan mengikuti alur waktu dan menjalaninya seperti biasa.

Baca Juga : Penelisik Malam [Kehidupan Nocturnal]
Baca Juga : Hati-Hati Melukai Hati

No comments:

Post a Comment